Beberapa pengertian
kata Citra:
1. Kata “citra” dapat diartikan sebagai (image) yang menunjukkan identitas
atau ciri seseorang atau kelompok. Biasanya, kata Citra dikaitkan dengan suatu
nilai yang dianggap ideal dan baik, dan umumnya terkait dengan tindakan, sifat,
atau karakter seseorang.
2. Kata “citra” juga mempunyai makna keserupaan, gambaran, atau kemiripan
antara seseorang atau kelompok yang dicitrakan. Misalnya, seseorang anak
merupakan citra atau gambaran orang tuanya karena mempunyai keserupaan,
gambaran, atau kemiripan dalam hal-hal tertentu.
3. Dalam kehidupan sehari-hari, kata citra dapat diartikan sebagai nama baik,
keserupaan, kesegambaran (image), kemiripan dan sebagainya
Menurut Kitab Kejadian 1:26-27, kata citra mengandung arti sebagai gambar
atau rupa.
Manusia diciptakan sebagai citra Allah yang mengandung
arti bahwa manusia diciptakan menurut gambar atau rupa Allah.
Dalam kisah Penciptaan dikatakan bahwa manusia diciptakan sebagai “citra
Allah” artinya bahwa
manusia merupakan rupa dan gambar dari Allah sendiri. Kata “rupa” dan “gambar” sekaligus melukiskan secara tepat
bahwa manusia dengan Allah berbeda, tetapi ada juga kesamaannya.
Manusia diciptakan sebagai citra Allah, maka manusia memiliki martabat
sebagai pribadi, ia bukan hanya sesuatu, melainkan seseorang; ia mengenal
dirinya sendiri, menjadi tuan atas dirinya, mengabdikan diri dalam kebebasan
dan hidup dalam kebersamaan dengan orang lain, dan berkat rahmat ia dipanggil
membangun relasi dengan Allah, pencipta-Nya.
Sebagai Citra Allah, manusia memiliki keluhuran atas martabatnya. Keluhuran martabat manusia sebagai citra Allah itu ditandai
dengan kemampuan-kemampuan khusus yang hanya dimiliki manusia, yaitu:
1. Akal budi (Daya
Cipta), dengan akal budinya manusia dapat; mengenal dan menyadari diri dan orang
lain di sekitarnya, mengembangkan dirinya, berkreasi dan membuat
penemuan-penemuan baru (inovasi)
2. Kehendak bebas
(Karsa). Dengan kehendak bebasnya manusia dapat: membuat pilihan-pilihan dalam
tindakannya, melakukan tindakan/perbuatan moral, melakukan segala sesuatu
dengan sengaja (tahu dan mau).
3. Hati nurani (Rasa,
Jiwa). Dengan hati nuraninya manusia dapat: membedakan yang baik dari yang
buruk, menilai sesuatu sebagai jahat atau baik.
Sebagai Citra Allah, hendaknya manusia menampilkan diri dalam segala
perilakunya yang sesuai dengan perilaku Allah yang penuh belas kasih,
pengampun, peduli dan sebagainya. Namun demikian banyak situasi yang menunjukkan tindakan manusia yang tidak atau belum
mencerminkan panggilan dirinya sebagai Citra Allah. Disana-sini keutuhan alam
ciptaan Tuhan mengalami kerusakan yang demikian parah. Selain kerusakan alam, kondisi yang paling parah adalah berkaitan dengan
penghargaan manusia terhadap manusia lain. Masih ada sebagian orang
diperlakukan semena-mena, direndahkan martabatnya, dan sebagainya.
Faktor penyebab yang utama adanya perilaku manusia yang tidak sesuai dengan
dirinya sebagai citra Allah adalah Egoisme dan keserakahan manusia serta sikap
tidak peduli terhadap hidupnya sendiri maupun hidup orang lain. Sedikit sekali
orang yang berpikir bahwa tindakan yang tidak bijak terhadap ciptaan Tuhan
bukan hanya menghancurkan martabat hidup manusia sekarang, melainkan juga
menghancurkan generasi mendatang, dan bahwa merendahkan orang lain sama dengan
menghina Sang Pencipta.
Kitab Suci menegaskan bahwa manusia adalah Citra Allah. Sebagai citra Allah
manusia dipanggil untuk : beranak cucu dan bertambah banyak, memenuhi bumi dan
menaklukkannya, menguasai ciptaan Allah lainnya ( Kej. 1 : 26- 30)
Panggilan yang agung itu perlu ditempatkan dalam konteks keselamatan yang
dikehendaki Allah sendiri, yakni keselamatan secara utuh dan terpadu
(integral), tidak hanya menyangkut dirinya sendiri, tetapi juga erat kaitannya
dengan ciptaan Allah lainnya. Oleh karena itu, manusia tidak bisa bersikap
sewenang-wenang atas kuasa dan tugas yang diberikan Allah.
Ada tiga ciri tugas manusia menurut Kitab Sirakh, yaitu:
1. Manusia bertugas untuk memelihara segala sesuatu di bumi sesuai dengan
rencana Allah.
2. Manusia bertugas untuk menciptakan hubungan baik dan keselarasan dengan
semua ciptaan Tuhan, terutama ciptaan
Tuhan yang paling tinggi yaitu manusia sendiri.
3. Manusia bertugas untuk mengadakan hubungan
baik dengan Allah, lewat doa-doa, ibadat, dan lain sebagainya.
Kuasa yang diberikan Allah terbatas sifatnya. Manusia tidak bisa
menjalankan sesuatu melebihi kekuasaan Allah sendiri. Maka, ukurannya adalah
sejauh kuasa itu dijalankan sesuai dengan kehendak Allah. Kuasa itu perlu
dijalankan secara bijak dan demi kemuliaan Allah serta kebahagiaan manusia
sendiri.
Manusia harus menjalankan panggilannya sesuai dengan kehendak Allah yang
tampak dalam kesadaran akan hal-hal berikut :
1. Segala sesuatu berasal dan diciptakan Allah dan terarah pada PenciptaNya
2. Tiap makhluk memiliki kebaikan dan kesempurnaannya sendiri
3. Semua makhluk dan ciptaan Tuhan mempunyai ketergantungan satu sama lain dan
saling melengkapi secara timbal balik.
Sikap yang perlu dikembangkan sebagai citra Allah yang bertanggung jawab terhadap
tugas yang diberikan Allah adalah : bertanggungjawab dan berupaya menampilkan
kecitraan Allah sendiri sebagai Pencipta dan Pemelihara melalui kata dan
perbuatan, bukan dengan sikap yang menghancurkan dan menguasai.
Di dalam kehidupan sehari-hari kita dapat mewujudnyatakan panggilan kita
sebagai citra Allah:
1. Di sekolah: belajar dengan baik dan serius, menjalankan dan menaati
peraturan sekolah, berpartisipasi aktif di kelas, menjaga kebersihan lingkungan
sekolah, tidak membuang sampah sembarangan;
2. Di rumah: taat pada orang tua, membantu pekerjaan orang tua, menghormati dan
menghargai keberadaan orang tua, anggota keluarga dan menjaga lingkungan rumah
agar tetap bersih;
3. Di masyarakat: menghormati dan menghargai orang lain, berlaku sopan santun
pada orang lain, ikut kerja bakti kampung, tidak membuang sampah ke sungai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar