Rabu, 27 Mei 2020

Rangkuman Manusia sebagai Citra Allah yang Unik


Beberapa pengertian kata Citra:

1.     Kata “citra” dapat diartikan sebagai (image) yang menunjukkan identitas atau ciri seseorang atau kelompok. Biasanya, kata Citra dikaitkan dengan suatu nilai yang dianggap ideal dan baik, dan umumnya terkait dengan tindakan, sifat, atau karakter seseorang.

2.     Kata “citra” juga mempunyai makna keserupaan, gambaran, atau kemiripan antara seseorang atau kelompok yang dicitrakan. Misalnya, seseorang anak merupakan citra atau gambaran orang tuanya karena mempunyai keserupaan, gambaran, atau kemiripan dalam hal-hal tertentu.

3. Dalam kehidupan sehari-hari, kata citra dapat diartikan sebagai nama baik, keserupaan, kesegambaran (image), kemiripan dan sebagainya



Menurut Kitab Kejadian 1:26-27, kata citra mengandung arti sebagai gambar atau rupa. Manusia diciptakan sebagai citra Allah yang mengandung arti bahwa manusia diciptakan menurut gambar atau rupa Allah.

Dalam kisah Penciptaan dikatakan bahwa manusia diciptakan sebagai “citra Allah” artinya bahwa manusia merupakan rupa dan gambar dari Allah sendiri. Kata “rupa” dan “gambar” sekaligus melukiskan secara tepat bahwa manusia dengan Allah  berbeda, tetapi ada juga kesamaannya.

Manusia diciptakan sebagai citra Allah, maka manusia memiliki martabat sebagai pribadi, ia bukan hanya sesuatu, melainkan seseorang; ia mengenal dirinya sendiri, menjadi tuan atas dirinya, mengabdikan diri dalam kebebasan dan hidup dalam kebersamaan dengan orang lain, dan berkat rahmat ia dipanggil membangun relasi dengan Allah, pencipta-Nya.



Sebagai Citra Allah, manusia memiliki keluhuran atas martabatnya. Keluhuran martabat manusia sebagai citra Allah itu ditandai dengan kemampuan-kemampuan khusus yang hanya dimiliki manusia, yaitu:

1.   Akal budi (Daya Cipta), dengan akal budinya manusia dapat; mengenal dan menyadari diri dan orang lain di sekitarnya, mengembangkan dirinya, berkreasi dan membuat penemuan-penemuan baru (inovasi)

2.   Kehendak bebas (Karsa). Dengan kehendak bebasnya manusia dapat: membuat pilihan-pilihan dalam tindakannya, melakukan tindakan/perbuatan moral, melakukan segala sesuatu dengan sengaja (tahu dan mau).

3.    Hati nurani (Rasa, Jiwa). Dengan hati nuraninya manusia dapat: membedakan yang baik dari yang buruk, menilai sesuatu sebagai jahat atau baik.



Sebagai Citra Allah, hendaknya manusia menampilkan diri dalam segala perilakunya yang sesuai dengan perilaku Allah yang penuh belas kasih, pengampun, peduli dan sebagainya. Namun demikian banyak situasi yang menunjukkan tindakan manusia yang tidak atau belum mencerminkan panggilan dirinya sebagai Citra Allah. Disana-sini keutuhan alam ciptaan Tuhan mengalami kerusakan yang demikian parah. Selain kerusakan alam, kondisi yang paling parah adalah berkaitan dengan penghargaan manusia terhadap manusia lain. Masih ada sebagian orang diperlakukan semena-mena, direndahkan martabatnya, dan sebagainya.



Faktor penyebab yang utama adanya perilaku manusia yang tidak sesuai dengan dirinya sebagai citra Allah adalah Egoisme dan keserakahan manusia serta sikap tidak peduli terhadap hidupnya sendiri maupun hidup orang lain. Sedikit sekali orang yang berpikir bahwa tindakan yang tidak bijak terhadap ciptaan Tuhan bukan hanya menghancurkan martabat hidup manusia sekarang, melainkan juga menghancurkan generasi mendatang, dan bahwa merendahkan orang lain sama dengan menghina Sang Pencipta.



Kitab Suci menegaskan bahwa manusia adalah Citra Allah. Sebagai citra Allah manusia dipanggil untuk : beranak cucu dan bertambah banyak, memenuhi bumi dan menaklukkannya, menguasai ciptaan Allah lainnya ( Kej. 1 : 26- 30)

Panggilan yang agung itu perlu ditempatkan dalam konteks keselamatan yang dikehendaki Allah sendiri, yakni keselamatan secara utuh dan terpadu (integral), tidak hanya menyangkut dirinya sendiri, tetapi juga erat kaitannya dengan ciptaan Allah lainnya. Oleh karena itu, manusia tidak bisa bersikap sewenang-wenang atas kuasa dan tugas yang diberikan Allah.



Ada tiga ciri tugas manusia menurut Kitab Sirakh, yaitu:

1.     Manusia bertugas untuk memelihara segala sesuatu di bumi sesuai dengan rencana Allah.

2.  Manusia bertugas untuk menciptakan hubungan baik dan keselarasan dengan semua ciptaan  Tuhan, terutama ciptaan Tuhan yang paling tinggi yaitu manusia sendiri.

3.   Manusia bertugas untuk mengadakan hubungan  baik dengan Allah, lewat doa-doa, ibadat, dan lain sebagainya.



Kuasa yang diberikan Allah terbatas sifatnya. Manusia tidak bisa menjalankan sesuatu melebihi kekuasaan Allah sendiri. Maka, ukurannya adalah sejauh kuasa itu dijalankan sesuai dengan kehendak Allah. Kuasa itu perlu dijalankan secara bijak dan demi kemuliaan Allah serta kebahagiaan manusia sendiri.



Manusia harus menjalankan panggilannya sesuai dengan kehendak Allah yang tampak dalam kesadaran akan hal-hal berikut :

1.    Segala sesuatu berasal dan diciptakan Allah dan terarah pada PenciptaNya

2.    Tiap makhluk memiliki kebaikan dan kesempurnaannya sendiri

3. Semua makhluk dan ciptaan Tuhan mempunyai ketergantungan satu sama lain dan saling melengkapi secara timbal balik.



Sikap yang perlu dikembangkan sebagai citra Allah yang bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan Allah adalah : bertanggungjawab dan berupaya menampilkan kecitraan Allah sendiri sebagai Pencipta dan Pemelihara melalui kata dan perbuatan, bukan dengan sikap yang menghancurkan dan menguasai.



Di dalam kehidupan sehari-hari kita dapat mewujudnyatakan panggilan kita sebagai citra Allah:

1. Di sekolah: belajar dengan baik dan serius, menjalankan dan menaati peraturan sekolah, berpartisipasi aktif di kelas, menjaga kebersihan lingkungan sekolah, tidak membuang sampah sembarangan;

2.  Di rumah: taat pada orang tua, membantu pekerjaan orang tua, menghormati dan menghargai keberadaan orang tua, anggota keluarga dan menjaga lingkungan rumah agar tetap bersih;

3.   Di masyarakat: menghormati dan menghargai orang lain, berlaku sopan santun pada orang lain, ikut kerja bakti kampung, tidak membuang sampah ke sungai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar